Saturday, October 07, 2006

Devosi Kepada Maria



Maria sesungguhnya bukan apa-apa dan tak memiliki sesuatu pun kecuali dan oleh Yesus; bahwa Yesus segala-galanya bagi dia … Sadarkah kamu bahwa Yesus tak hanya diam terus-menerus dalam hati Maria, tetapi Dia sendirilah yang menjadi jantung hati Maria. (John Eudes)
Banyak umat Katolik pada bulan Mei dan Oktober memberikan penghormatan kepada Maria. Di mana-mana pada bulan itu digalakkan doa-doa rosario. Begitu pun ziarah ke gua-gua Maria di dalam dan luar negeri banyak diselenggarakan. Umat yakin dan menyadari kebesaran dan kekuatan Bunda Maria. Dengan memberikan devosi kepada Maria, mereka yakin sampai menuju Yesus. Kalau merunut jauh ke belakang, devosi kepada Maria ini seiring dengan perkembangan Gereja sejak awal. Bahkan devosi kepada Maria dan ibadat sekitar ibunda Yesus merupakan perkembangan dan kelanjutan dari devosi kepada para martir. Setelah agama Kristen menjadi agama resmi melalui Edict Konstantinus tahun 333, zaman para martir berakhir. Orang beriman yang dibunuh sebagai martir sudah tidak ada lagi. Maka gagasan martir mulai dirohanikan, bukan hanya mereka yang mati demi Kristus yang serupa denganNya, tetapi juga mereka yang hidup demi Kristus dan menjadi serupa denganNya akan menjadi sahabatNya dan menjadi orang Kudus. Maka mulai abad ke-4, orang Kudus bukan martir mulai dihormati. Ibu Yesus pun dipandang sebagai orang kudus, martir secara rohani. Umat mulai menghormati Maria dan berdoa kepadaNya. Doa pertama yang ditujukan kepada Maria adalah Santa Maria Bunda Allah.
Pada tahun 431 Konsili Efesus memberi gelar resmi Bunda Allah kepada Maria sehingga semangat rakyat untuk berdevosi kepada Maria semakin berkobar.Sejak abad ke-7 dan sepanjang abad pertengahan, devosi kepada Maria semakin berkembang tak terkendali. Devosi rakyat mempengaruhi ibadat secara resmi, pesta-pesta Maria bertambah terus-menerus. Tetapi ibadat resmi itu umumnya tertuju kepada Allah sendiri bukan kepada Maria sambil mengenangkan berbagai peristiwa yang berkaitan dengan ibunda Yesus. Misalnya, pesta Kabar Gembira, Maria mempersembahkan Yesus di bait Allah, dan lain-lain.
Setelah Konsili Vatikan II banyak pesta Maria dicoret dari penanggalan Gereja atau diadakan pembatasan untuk kelompok tertentu saja. Pasca Konsili Vatikan II terjadi juga satu hal yang tak terduga. Devosi Maria menurun tajam. Apa yang telah dibuat oleh Konsili untuk mengembangkan devosi kepada Maria tidak ditanggapi umat. Sebaliknya, banyak umat berpaling dari Maria dan praktek-praktek devosi mereka semakin berkurang. Ciri khas devosi rakyat kepada Maria, Maria menjadi sasarannya. Doa diarahkan kepada Maria, bukan melalui Maria kepada Allah atau kepada Kristus.
Dalam penghayatan iman oleh rakyat, Maria lebih menonjol daripada Kristus sendiri. Selalu ada suara-suara yang bernada menentang. Misalnya saja para reformator (Kristen Protestan). Mereka melawan devosi rakyat yang nilainya tidak berdasarkan Kitab Suci, terlepas dari Kristus dan terlalu liar. Namun devosi rakyat berhak mendapat tempatnya dalam penghayatan konkret iman Kristen, termasuk devosi dan terutama devosi Maria. Karena manusia terdiri dari jiwa dan raga serta bergulat dalam kehidupan sehari-hari, membutuhkan hal-hal yang konkret yang dapat diraba, yang langsung berkaitan dengan hidup real. Dan suatu devosi tampaknya memberi ungkapan ke arah itu.
Bentuk-Bentuk Devosi
1. Doa kepada MariaSudah umum bahwa banyak umat berdoa kepada Maria. Tetapi harus dimengerti, doa, pujian, syukur dan permohonan itu pertama-tama ditujukan kepada Allah karena Maria. Doa yang agak umum dan resmi kepada Maria adalah “Salam Maria…” Doa ini muncul secara lengkap baru tahun 1500. Bagian pertama dari doa ini sebenarnya merupakan rangkaian dari salam Malaikat kepada Maria (Luk 1:28) dan pujian Elisabeth ketika ia mendapat kunjungan Maria (Luk 1:42). Pujian ini memang terarah kepada Maria sebagai pilihan Allah. Sedang bagian kedua adalah doa permohonan yang tertuju kepada Maria, supaya ia mendoakan si pendoa.
- Malaikat TuhanMulai abad ke-16 di Gereja Barat tersebar kebiasaan mengucapkan doa Malaikat Tuhan tiga kali sehari: pagi, siang dan senja. Lonceng gereja-gereja dengan cara khusus dibunyikan sebagai tanda waktu mulai berdoa. Doa ini menjadi doa rakyat dan hingga sekarang Paus Yohanes Paulus II masih mendoakan tiap tengah hari bersama umat yang berziarah. Inilah yang sering disebut Angelus Domini.
- Doa RosarioDoa rosario sebenarnya tidak jauh beda dengan doa Malaikat Tuhan. Doa ini juga berfungsi sebagai pengganti doa harian resmi.
- Litani Santa Maria. Doa rosario biasanya digabung dengan Litani Santa Maria. Litani ini adalah salah satu dari enam litani yang secara resmi diterima Gereja Katolik Roma.
2. Patung dan Gambar MariaDevosi Maria umat Katolik sering dihayati juga seputar patung dan gambar Maria. Gereja-gereja Katolik biasanya dihiasi dengan berbagai macam gambar dan patung Yesus, serta para kudus. Dan di antara patung-patung dan gambar-gambar yang ada biasanya patung dan gambar Maria menempati kedudukan paling depan. Patung dan gambar itu bukan sekedar karya seni yang sangat berharga, tetapi menjadi sasaran devosi yang boleh jadi sangat hangat dan emosional. Orang berlutut di depan patung atau gambar, berdoa, membakar dupa atau lilin. Patung dimahkotai, diarak keliling kota. Bahkan tidak jarang patung dianggap sakti, dapat menyembuhkan atau membuat mukjijat lainnya. Seringkali juga timbul berbagai macam legenda berkaitan dengan patung atau gambar tertentu.
3. Ziarah
Kebiasaan berziarah di kalangan umat Kristen baru mulai tahun 200, yakni berziarah ke makam para martir. Martir pun menjadi sasaran devosi yang disalurkan melalui ziarah. Jumlah tempat ziarah yang disangkutpautkan dengan Maria hampir tiap hari bertambah. Tempat-tempat itu biasanya dikaitkan dengan penampakan dan dikaitkan dengan legenda setempat. Tentang kebenarannya memang tidak pasti teruji. Yang jelas yang harus disadari, praktis ziarah ini sebenarnya tidak datang dari dorongan religiositas wajar dan alamiah kebutuhan manusia yang bersifat jasmaniah. Pergi berziarah itu tidak diwajibkan.
4. Penampakkan Maria
Suatu gejala yang berperan dalam devosi Maria umat Katolik adalah penampakkan Maria. Banyak tempat ziarah dikaitkan dengan penampakkan semacam itu. Ada beberapa penampakan yang dipandang tidak benar, artinya tidak berasal dari Allah. Penampakan itu dinilai benar bila cukup pasti bahwa gejala itu berasal dari Allah. Dinilai tidak benar dan palsu bila cukup pasti bahwa gejala itu dapat dijelaskan berdasarkan faktor-faktor psikologis atau para psikologis. Ukuran benar tidaknya adalah psikologis/kedokteran maupun teologis.Apabila penampakkan itu dakui oleh pemimpin Gereja Katolik, maka penampakkan itu tidak dimasukkan ke dalam sahadat iman dan tidak diangkat menjadi ajaran resmi atau dogma. Dengan demikian penampakkan itu tidak menjadi sasaran iman Katolik. Dasar kepastian itu bukan wahyu yang imani tetapi keyakinan manusiawi yang cukup, bahwa dalam kasus itu Allah turut berkarya. Maka pantas, orang percaya. Kalau orang tidak percaya pun tidak akan dibilang murtad dari iman Katolik dan tidak menjadi bidaah. Ia pun tidak berhak memaksa orang lain percaya atau melarang orang lain percaya. Orang bebas mengambil pendiriannya sendiri.Penampakkan-penampakkan itu tidak menambah apa-apa dalam iman Kristiani.
Pada umumnya pesan-pesan yang disampaikan dalam penampakkan bukan sesuatu yang baru. Tetapi hanya mempertegas yang sudah ada atau menonjolkan salah satu yang telah ada. Yang jelas, penampakkan-penampakkan itu dapat membakar semangat umat beriman dan menyalakan devosi kepada Maria. Itu berarti sangat bermanfaat untuk penghayatan iman.

Saturday, December 03, 2005

Tempat Ziarah Adalah "Tempat Khusus" Untuk Dialog Dan Evangelisasi


Demikian salah satu poin penting dalam pertemuan di Uijeongbu, Korea Selatan, sebagaimana dilaporkan UCAN.
Para rektor dan pengurus tempat dan pusat ziarah di Asia memutuskan untuk menggunakan pusat-pusat itu untuk melakukan evangelisasi, mempromosikan budaya kehidupan, dan melakukan dialog dengan agama-agama lain.
Selain para rektor dan pengurus pusat-pusat ziarah itu, di antara 87 peserta Kongres Asia Kedua tentang Ziarah dan Pusat Ziarah itu terdapat juga uskup-uskup, pekerja, dan relawan. Klerus, awam, dan kaum religius yang menghadiri pertemuan 21-23 November di Uijeongbu (30 kilometer utara Seoul) itu berasal dari 14 negara di Asia dan Vatikan, termasuk pembicara dari Chile dan Amerika Serikat. Tema pertemuan itu: "Pilgrimages and Shrines, Gifts of God-Love in Asia Today" (ziarah dan pusat ziarah, anugerah kasih Allah di Asia dewasa ini).
Kongres itu terselenggara berkat kerja sama tiga sponsor -- Dewan Kepausan untuk Pastoral Migran dan Orang Dalam Perjalanan, Komisi Pastoral Migran dan Orang dalam Perjalanan dari Konferensi Waligereja Korea, dan Keuskupan Agung Seoul. Kongres pertama dilaksanakan di Manila tahun 2003.
Dalam sambutan pembukaan, Stephen Kardinal Hamao Fumio, ketua dewan kepausan itu, mengatakan, pusat-pusat ziarah di Asia hendaknya digunakan untuk melindungi kehidupan dan keluarga. "Tempat-tempat ziarah adalah tempat-tempat istimewa yang disambut baik umat beragama, keluarga-keluarga Allah. Oleh karena itu, pastoral keluarga, perlindungan terhadap kehidupan, dan pembelaan terhadap hak asasi manusia hendaknya tampak dalam penerimaan dan pendampingan kita terhadap para peziarah," kata kardinal asal Jepang itu.
Tempat-tempat ziarah juga merupakan "tempat bagi dialog antaragama dan ekumenis," katanya. Dia menambahkan, "para peziarah itu berasal dari Gereja-Gereja dan komunitas-komunitas eklesial yang berbeda, serta dari agama-agama yang berbeda."
Pastor Manuel Martinez, sekretaris dewan kepausan itu, mengatakan kepada UCA News 23 November, dimensi lintas agama ini merupakan sesuatu "yang sangat menarik di Asia," tempat penganut dari berbagai agama mengunjungi tempat-tempat ziarah dari agama-agama yang berbeda.
Dalam kongres tiga hari itu, para peserta berbicara tentang peran tempat ziarah atau pusat ziarah di tempat mereka masing-masing dalam meningkatkan dialog antaragama, inkulturasi, dan jumlah peziarah, serta dalam menghadapi kasus-kasus yang terkait dengan perpindahan penduduk.
Di antara para peserta itu terdapat Uskup Cheongju (Korea Selatan) Mgr Gabriel Chang Bong-hun yang pernah menjadi rektor Tempat Ziarah Para Martir Paeti, Pastor Renzo De Luca SJ yang menjabat sebagai rektor Tempat Ziarah 26 Martir di Nagasaki (Jepang), dan Pastor Devasia Mathew Mangalam yang menjabat rektor Tempat Ziarah Fatima di Kolkata (India).
Program itu meliputi kunjungan ke Tempat Ziarah Para Martir Jeoldusan dan Katedral Myongdong, keduanya di Seoul. "Jeoldusan" berarti "bukit pemenggalan kepala." Pada tahun 1866, periode penganiayaan agama, 10.000 orang Katolik dipenggal kepalanya di bukit itu. Mereka itulah yang kemudian dikenang sebagai "Para Martir Jeoldusan."
Pada hari terakhir kongres, para peserta membahas draf dokumen akhir mereka dan memutuskan rencana aksi untuk membentuk sebuah federasi di tingkat nasional, regional, dan Asia. Itu akan menjadi federasi para rektor tempat-tempat ziarah. Federasi-federasi itu akan berfungsi sebagai forum pertukaran pikiran dan usulan, dan untuk mempromosikan budaya kehidupan dan keterbukaan terhadap keluarga, umat non-Krisaten, dan para pekerja migran.
Sebagai masukan untuk diskusi, Uskup Copiapo (Chile) Mgr Gaspar Quintana Jorquera dari Kongregasi Claretian berbicara tentang pengalamannya bersama Konferedasi Tempat-Tempat Ziarah di Amerika Latin. Sementara masukan lain adalah pengalaman yang diberikan oleh Pastor Cyril Guise dari Ordo Karmel tak bersepatu. Imam itu adalah ketua Asosiasi Tempat Ziarah dan Kerasulan Perziarahan di Amerika Serikat.
Dokumen akhir kongres itu akan dikeluarkan setelah delegasi dari Vatikan merampungkannya. Uskup Jeonju (Korea) Mgr Vincent Ri Pyung-ho, ketua Komisi Pastoral Migran dan Orang Dalam Perjalanan dari Konferensi Waligereja Korea, mengatakan kepada UCA News 23 November, "Kita harus memberi perhatian khusus bagi para peziarah dan membuat mereka mengalami kasih Allah."
Para peserta Asia itu berasal dari Bangladesh, Cina, Filipina, India, Indonesia, Jepang, Kazakhstan, Korea Selatan, Malaysia, Myanmar, Sri Lanka, Taiwan, Thailand, dan Vietnam.
(dikutip dari mirifica.net, 2 des 2005)